Bengkayang – fkub-kalbar.or.id, Panitia Perayaan Tahun Baru Imlek dan Cap Go Meh Tahun 2025 Kecamatan Bengkayang sukses menggelar Festival Cap Go Meh yang dilaksanakan pada Rabu pagi, 12/2.
Cuaca yang cerah membuat massa dari dalam dan luar Kota Bengkayang mulai memenuhi Sekretariat Panitia Perayaan Cap Go Meh yang berlokasi di Kelenteng Pekong serta setiap jalur lalu lintas yang akan dilalui arak-arakan pawai Cap Go Meh pada pagi yang dinantikan tersebut.
Sejak pukul 05.00 WIB, para siswa drum band, pemegang panji-panji para Dewa-Dewi dari tingkat SMA, barongsai, naga, serta 90 orang tatung—baik yang menggunakan tandu parang maupun berjalan kaki—mulai memadati badan jalan yang telah ditentukan oleh panitia sebagai titik kumpul peserta pawai.
Para tamu undangan, seperti Sekretaris Daerah Kabupaten Bengkayang Yustianus, Kapolres Bengkayang Teguh Nugroho, Kajari Bengkayang Arifin Arsyad, perwakilan dari Pengadilan Negeri Bengkayang, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dr. I Made Putra Negara, Camat Bengkayang Herry Setyono, perwakilan OPD di lingkungan Pemda Kabupaten Bengkayang, anggota DPRD Kabupaten Bengkayang, Kepala SMAN 01 Bengkayang Sri Yanti, Kepala SMAS Borneo Bengkayang, Lurah Bumi Emas Marselinus Bernard, serta para undangan lainnya, mulai berdatangan dan mengisi kursi yang telah disediakan panitia.
Tepat pukul 08.00 WIB, Ketua Panitia Perayaan Cap Go Meh, Boris, naik ke atas panggung untuk menyampaikan laporan kegiatan. Acara dilanjutkan dengan sambutan dari Bupati Bengkayang yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Bengkayang, Yustianus, sekaligus pelepasan pawai Cap Go Meh.
Dalam laporannya, Boris memberikan apresiasi tinggi kepada seluruh anggota panitia yang telah bekerja keras dalam mempersiapkan acara sejak pembukaan Tahun Baru Imlek, Imlek Bersama, hingga terselenggaranya Pawai Cap Go Meh. Ia juga mengucapkan terima kasih atas dukungan dari berbagai pihak, baik dari Pemda Bengkayang, pihak swasta, maupun seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Bengkayang.
Festival Cap Go Meh atau Yuan Xiao Jie, yang juga dikenal sebagai Festival Lampion, memiliki sejarah unik. Festival ini berawal dari zaman Dinasti Han (206 SM – 220 M) di Tiongkok. Saat itu, seorang jenius bernama Dong Fangshuo yang tinggal di istana berhasil menyelamatkan seorang perempuan bernama Yuan Xiao, seorang pekerja istana yang hendak bunuh diri karena rindu keluarganya yang berada di desa.
Pada masa itu, pekerja istana, terutama rakyat jelata yang telah dijual ke istana, tidak diperkenankan bertemu keluarga mereka. Yuan Xiao yang sangat merindukan keluarganya hingga berniat bunuh diri akhirnya ditolong oleh Dong Fangshuo. Untuk membantu Yuan Xiao bertemu kembali dengan keluarganya, Dong Fangshuo menyusun sebuah rencana cerdik.
Ia berpura-pura menjadi seorang peramal di tengah kota dan menyebarkan ramalan bahwa pada tanggal 15 bulan pertama Imlek, dewa api akan mengutus malaikatnya untuk membakar ibu kota, menyebabkan kehancuran besar. Kabar ini segera menyebar dan menimbulkan kepanikan di seluruh ibu kota hingga akhirnya sampai ke telinga Raja Han.
Saat dipanggil ke istana, Dong Fangshuo mengusulkan sebuah solusi kepada Raja Han: rakyat harus membuat tang yuan (bola tepung beras manis), menyalakan lampion, dan membakar petasan agar ibu kota tampak seperti sudah terbakar lebih dulu. Dengan begitu, diharapkan dewa api akan tertipu dan tidak jadi menghancurkan kota.
Raja Han menerima usulan ini dan memerintahkan seluruh rakyat untuk mengikuti arahan Dong Fangshuo. Pada malam tersebut, seluruh kota dipenuhi lampion merah menyala dan suara petasan. Banyak orang tua yang bekerja di istana akhirnya dapat bertemu dengan keluarga mereka, termasuk Yuan Xiao yang akhirnya dipersatukan kembali dengan keluarganya.
Melihat betapa meriahnya perayaan ini, Raja Han menetapkan bahwa setiap tanggal 15 bulan pertama Imlek harus dirayakan dengan membuat tang yuan, menggantung lampion, serta mengadakan arak-arakan lampion di seluruh kota.
Tradisi Festival Lampion ini terus berlanjut hingga kini dan dirayakan oleh masyarakat Tionghoa di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia dan Malaysia. Di Indonesia, perayaan Cap Go Meh dimeriahkan dengan arak-arakan pawai tatung sebagai simbol pengusiran roh jahat dan marabahaya serta sebagai doa untuk perlindungan, keselamatan, dan keberkahan bagi masyarakat yang merayakannya.
(Kontributor: Tji Cin Med, B.CL)
Discussion about this post