Oleh: Prof.Dr.Ibrahim,MA
(Guru Besar Ilmu Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Pontianak, Ketua FKUB Kalbar)
Salam lintas agama bukanlah implementasi toleransi dan moderasi yang benar. Umat Islam mengucapkan salam lintas agama adalah haram hukumnya, karena berpotensi merusak Aqidah (keyakinan-iman) serta sinkretisme agama. Itulah diantara substansi isi fatwa terbaru Majlis Ulama Indonesia dalam rangka Keputusan Ijtima Ulama tentang Panduan Hubungan Antar Agama di Indonesia (Asrorun Ni`am Shaleh, ketua Komisi Fatwa MUI Pusat, 30 Mei 2024).
Sontak fatwa tersebut memancing tanggapan yang beragam oleh berbagai pihak yang pro dan kontra. Kementerian Agama misalnya yang menganggap bahwa Salam lintas Agama merupakan praktek baik (best practice) yang selama ini dilakukan dalam upaya merawat kerukunan antarumat beragama, dan tidak sampai pada keyakinan dan merusak Aqidah. Bahkan berimbas pada naiknya indek kerukunan antarumat Bergama, tegas Dirjen Bimas Islam, Prof. Komarudin Amin, kemenag.go.id Jum`at 31 Mei 2024.
Tak ketinggalan PBNU menegaskan bahwa salam lintas agama itu baik, karena mengandung doa untuk kebaikan semua, karena itu perlu difahami oleh semua umat beragama. Dalam konteks kemajemukan, masyarakat agama di Indonesia sangat mengerti dan toleran dengan praktek ini, kata ketua PBNU Gus Fahrur, detiknews, Jum`at 31 Mei 2024.
Guru Besar UIN Jakarta juga menegaskan bahwa salam lintas agama perlu difahami dan didudukkan para ranah yang benar, antara forum internum (ke dalam satu agama yang sama) ataupun eksternum (ke banyak agama yang berbeda). Jika berbicara di ruang public (yang eksternum), maka salam lintas agama menjadi sesuatu yang baik dan dapat difahami. Ulas Prof. Ahmad Thalabi, kemenag.go.id, sabtu 1 Juni 2024.
Mengacu pada beberapa alasan fatwa yang menempatkan salam lintas agama sebagai telah keluar dari batasan toleransi yang benar, dan haram hukumnya bagi umat muslim mengucapkannya, saya justru melihatnya sebagai sesuatu yang positif dan meluruskan. Jangan sampai salam lintas agama yang kita praktekan selama justru merusak Aqidah dan keyakinan agama kita. Jangan sampai salam lintas agama yang selama ini kita ucapkan sebagai bagian dari sikap toleransi dan moderasi menjadi kebablasan (terlewat batas).
Fatwa ini justru menyadarkan kita semua untuk memastikan bahwa salam lintas agama yang dipraktekkan dalam banyak hubungan komunikasi dan interaksi antar umat beragama hari ini, harus terjamin dari hal-hal yang merusak Aqidah, terjaga dari toleransi dan moderasi yang kebablasan sebagaimana dikhawatirkan dalam fatwa tersebut.
Sebagai contoh, siapapun kita yang mengucapkan salam dalam agama orang lain, tidak boleh sampai pada keyakinan dalam aqidah agamanya. Tapi ucapkan salam tersebut semata-mata demi penghargaan dan penghormatan kepada mereka yang berbeda agama dengan kita. Dengan demikian ucapan salam lintas agama tidak akan pernah merusak keyakinan agama kita dan membawa kita pada pencampur-adukkan keyakinan agama kita dengan agama orang lain.
Di sisi lain, fatwa ini juga mengingatkan kita akan konteks komunikasi yang sesuai. Dimana pengucapan salam lintas agama hanya boleh dilakukan ketika komunikasi dan interaksi berlangsung dalam ranah forum eksternum (ke banyak agama yang berbeda), tidak untuk forum internum (dalam satu agama yang sama).
Dengan sikap yang demikian, maka fatwa Majlis Ulama Indonesia yang menimbulkan beragam tanggapan pro kontra ini justru dapat memberikan efek positif untuk meluruskan praktek baik salam lintas agama yang selama ini kita lakukan. Satu sisi Aqidah dan keyakinan setiap umat beragama tidak tereduksi atau bahkan rusak hanya dengan mengucapkan salam lintas agama, dan pada sisi lain denagn salam lintas agama kita dapat membangun kebersamaaan, kesaling-fahaman dan pengertian, serta kerukunan antarumat dapat terpelihara dengan baik dan harmonis.
Karena itu tidak perlu ada respon yang berlebihan (ekstrim) dalam bentuk penolakan terhadap fatwa Majlis Ulama Indonesia yang sedang viral di ruang komunikasi media dan medsos hari ini. Justru setiap kita mesti menghargai dan menghormati keberadaan fatwa sebagai wujud pelaksanaan tugas dan tanggung jawab para ulama dalam memberikan tuntunan bagi umatnya. Sebab fatwa pada prinsipnya hanya keputusan normatif yang tidak mengingat dengan konsekuensinya.
Sebaliknya, kita mesti berterimakasih dengan keluarnya fatwa tersebut. Sebab ulama telah mengingatkan kita untuk senantiasa menjaga akidah dan keyakinan agama masing-masing, meluruskan salam lintas agama yang selama ini kita lakukan sebagai praktek baik dalam merawat kerukunan agama dan umat beragama di Indonesia. Semoga kita tetap menjadi umat beragama yang bertakwa dan bangsa yang rukun dan harmonis dalam kebhinekaan. Walla a`lam (RGB, 3 Juni 2024)
Discussion about this post