Mempawah – fkub-kalbar.or.id, Bupati Mempawah Hj. Erlina, SH., MH. menyatakan bahwa toleransi kehidupan antar umat agama yang kondusif, memberikan dampak positif bagi pembangunan daerah. Hal tersebut disampaikan saat membuka secara resmi kegiatan Fasilitasi Forum Kerukunan Umat Beragama Kalimantan Barat di Mempawah, pada Jumat, 19/2, bertempat di Aula Wisata Nusantara Resort.
Sebelumnya, Kepala Kesbangpol Provinsi Kalbar yang diwakili oleh Kepala Bidang Ketahanan Ekonomi, Sosial Budaya, Agama dan Organisasi Kemasyarakatan Badan Kesbangpol Kalbar, Drs Rahin, MM. menyampaikan bahwa Kegiatan Fasiliatasi FKUB dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman, mempedomani dan melaksanakan Peraturan Bersama Menteri nomor 9 dan 8 tahun 2006 mengenai kerukunan umat beragama. Kegiatan fasilitasi FKUB Provinsi Kalimantan Barat di Mempawah diikuti sebanyak 50 orang terdiri dari para tokoh agama baik yang tergabung maupun yang tidak tergabung dalam FKUB Kabupaten Mempawah.
Dalam kegiatan Fasilitasi tersebut hadir dua orang anggota FKUB Provinsi Kalimantan Barat, yaitu Dr. Zulkifli, MA. dan Pendeta Paulus Ajong, M.Th. Kedua anggota FKUB Provinsi Kalimantan Barat tersebut hadir sebagai narasumber. Dalam kegiatan tersebut Zulkifli menyampaikan materi bertema: “Merajut Kebhinnekaan, Membangun Harmoni, Memperkuat Ketahanan, Menghapus Kerentanan. Selanjutnya Pendeta Paulus Ajong, M.Th. menyampaikan materi bertema: “Peningkatan Peran dan Fungsi FKUB dalam Rangka Menjaga Harmoni Kebangsaan di Masa Pandemi Covid-19”.
Dalam presentasinya, Zulkifli, menyatakan bahwa kebhinnekaan atau kemajemukan yang ada pada Bangsa Indonesia adalah sebuah kenyataan atau kehendak Tuhan yang harus diterima dan tidak bisa ditolak. Keragaman itu meliputi antara lain: kondisi lingkungan, sukubangsa, bahasa, budaya dan tradisi, serta agama / kepercayaan. Kebhinnekaan yang ada pada bangsa Indonesia memiliki dua dimensi, dapat menjadi modal bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan dapat pula menjadi ancaman bagi terjadinya konflik yang memperlemah ketahanan bangsa. Sebenarnya, sejak sebelum NKRI berdiri, bangsa Indonesia telah memiliki kesadaran betapa pentingnya persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa yang serba majemuk. Pada momentum Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda dari berbagai latar suku bangsa, daerah dan agama telah menyatakan tekad bulat BERTANAH AIR SATU, BERBANGSA SATU DAN MENJUJUNG BAHASA PERSATUAN: INDONONESIA. Bermodalkan persatuan itulah, bangsa Indonesia yang beranekaragama bisa merdeka dan lepas dari penjajahan.
Lebih lanjut dalam presentasinya, Zulkifli, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum MUI Kalbar, menyampaikan bahwa kesadaran pentingnya persatuan harus terus dipelihara dan dipupuk agar kebhinnekaan bangsa Indonesia tetap menjadi modal kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Oleh karena itu, perbedaan tidak perlu dihilangkan, sebaliknya harus dipelihara dan dijaga dengan membangun hubungan yang harmonis di antara berbagai kemajemukan bangsa. Sebagai seoran Muslim, Dr. Zulkifli, mengutip ayat Alquran dalam Surah Al Hujurat ayat 13 sebagai konsep dasar membangun keharmonisan dan kerukunan. Konsep dasar harmoni adalah saling mengenal. Agar saling mengenal perlu dialog dengan didasari ketulusan dan rasa kemanusiaan. Dialog harus kontinyu dilakukan di semua tingkatan usia dan semua strata dan komponen masyarakat. Disampaikan oleh Zulkifli bahwa melalui dialog yang tulus maka akan melahirkan saling memahami dan saling mengenal secara lebih mendalam. Dari saling memahami dan mengenal itulah selanjutnya akan melahirkan keharmonisan hubungan antar umat beragama baik intern umat beragama yang sama, antar umat beragama yang berbeda, dan juga antara umat beragama dengan pemerintah. (red)
Discussion about this post