Pontianak – fkub-kalbar.or.id, Gereja sangat berperan akti dalam merawat kerukunan sangat penting dalam menyambut pesta demokrasi 2024.
Hal ini disampaikan oleh Pdt. Paulus Ajong M.Th Pengurus FKUB Kalimantan Barat saat menjadi narasumber dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Series Ketiga dengan tema “ Merawat Kerukunan Dalam Pandangan Agama Kristen Songsong Pesta Demokrasi 2024”, Selasa, 27/9 pagi bertempat di Aula Sekretariat FKUB Kalbar dan akan disiarkan secara langsung melalui Laman Fanspage FKUB Kalbar.
Dirinya mengutip ayat yang berbunyi “Usahakanlah kesejahteraan kota kemana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu juga,” Yeremia 29:7
Menurutnya, syarat sebuah negeri hendaknya memiliki wilayah, rakyat, dan pemerintah yang memerintah dan berdaulat atas sebuah wilayah dan rakyat. Wilayah dan rakyat ini bersiat tetap sedangkan pemerintah senantiasa berubah sesuai dengan ketentuan dan periode tertentu.
Dalam konteks Indonesia sebagai negara majemuk memiliki sumber kekuatan karena memiliki pandangan yang saling terbuka, tenggangrasa, dan toleransi di tengah-tengah perbedaan. Namun, kemajemukan dapat menjadi ancaman takkala warga yang berbeda saling menutup diri dan mengembangkan sikap-sikap tidak saling menghargai dan intoleransi.
Sebagai negara demokrasi, memiliki tantangan tersendiri karena kekuasaan atas rakyat di suatu wilayah ada di tangan rakyat itu sendiri yang nantinya diimplementasikan dalam bentuk Pemilu sebagai saluran konstitusi dalam rangka menata kepemimpinan dan pemerintahan untuk mencapai kehidupan rakyat yang adil dan Makmur.
DI tengah umat Kristiani, terdapat beberapa pandangan ekstrem di kalangan umat Kristiani yang melihat politik sebagai sesuatu yang kotor sehingga gereja tidak boleh berbicara politik karena seringkali orang yang berpolitik mengakibatkan kehilangan integritas dan moralitas dan seringkali menghalalkan segala cara. Tentu pandangan ini berakibat gereja apatis terhadap politik, gereja terisolasi dari dunia politik, gereja gagal berkontriusi dalam proses politik yang bermanfaat. Politik dikuasai tuna moral.
Kemudian pandangan ekstrem yang kedua melihat politik sebagai sebuah kesempatan merebut kekuasaan . Dengan kekuasaan gereja bisa memberikan pengaruh positif terhadap negara. Pandangan ini sangat berbahaya karena agama bisa dijadikan kendaraan politik serta menimbulkan kohesi sosial dalam masyarakat majemuk.
Pandangan ideal sebagai cermin sikap kekristenan melihat politik sebagai sebuah panggilan dalam melayani dan menciptakan kehidupan yang aman dan damai serta kesejahteraan sehingga politik dalam hal ini tidak kotor karena politik itu murni, hanya saja dalam berpolitik orang seringkali menggunakan cara-cara yang kotor.
Menurutnya, Allah sendiri berpolitik untuk mencegah kejahatn dan menegakkan kebaikan sebagaimana kisah Ketika Allah mengutus Musa untuk melakukan tindakan suversif terhadap Firaun yang menindas Israel.Allah menunjuk Saul jadi Raja Israel melalui Samuel.Allah mengimpeachment Saul dan menggantikannya dengan Daud.
Dengan demikian, politik pada hakikatnya adalah sebuah pengabdian dimana orang yang berpolitik hendaknya melakukan pembelaan, dan pembebasan bagi yang tertindas dan termarjinalkan serta mencegah dan membela serta melakukan pelayanan nilai-nilai kemanusiaan yang termarginal, tertindas, tidak berdaya, miskin dan menderita.
Dengan demikian, gereja berperan mengkritisi kekuasaan politik yang tidak memanusiawi dan mendorong kekuasaan politik untuk melayani dan mengabdi untuk kesejahteraan bersama : seluruh rakyat dalam suatu wilayah negara. Sikap politik inilah diterapkan: Yohanes Leimena, Desmon Tutu (Uskup Afsel), Nelson Mandela, Gusdur, Jokowi.
Dalam konteks merawat kerukunan, gereja menerapkan politik moral yakni mempertemukan nilai-nilai ajaran Kristen (kasih, Kebenaran, Keadilan) dengan nilai-nilai Pancasila. Selain itu Pendidikan politik perlu dilakukan melalui Pembinaan Kader; komitmen: kesejahteraan, kebenaran, keadilan serta konsisten terhadap consensus bernegara.
Selain itu gereja juga menolak politik identitas: Tetapi Visi, Program untuk keutuhan, kemajuan dan kesejahteraan bersama.serta menolak politik uang, politik hitam, fitnah dan ujaran kebencian.
Ia juga mengajak seluruh umat Kristiani untuk menghindari penggunaan simbol-simbol Agama : mimbar, Pemimpin Gereja; sebagai alat politik karena dapat menimbulkan konflik.
Dirinya juga menghimbau warga untuk menyampaikan hak suara (tidak golput) sesuai dengan hati Nurani, kepada pihak yang: berkompeten, integritas, mempersatukan, kesejahteraan, dan memperkuat Keindonesiaan. (Rilis)
Discussion about this post