Oleh : M. Nashir Syam, M.Pd.I ***
Pengantar
Konsep teologi atau ketuhanan semua agama, khususnya yang ada di Indonesia jelas berbeda. Perbedaan itu tidak akan pernah bertemu pada satu titik. Maka adalah sangat tidak beralasan apabila ada upaya menyamakan persepsi agama-agama menjadi satu kesatuan yang utuh dalam kesepahaman masalah tersebut. Apalagi klaim bahwa semua agama itu sama.
Akan tetapi tidak bisa dibantah pula dalam kaitannya dengan masalah nilai-nilai universal kemanusiaan, semua agama sepakat akan pentingnya saling menghormati sesama manusia (sebagai makhluk Tuhan), saling menyayangi dan saling melindungi satu sama lain.
Tulisan ini mencoba menarik benang merah, dari persamaan yang ada. Kemudian menguatkannya sesuai dengan prinsip dan keyakinan masing-masing, agar terwujud kehidupan yang harmoni.
Pandangan Islam
Kehadiran Islam di permukaan bumi sudah amat jelas membawa misi sebagai rahmatan lil ‘alamin, menebarkan kasih sayang semesta. Bukan hanya kepada sesama manusia, akan tetapi juga mengajarkan akan cinta alam dan lingkungan sekitar, bahkan kepada dunia hewan sekalipun.
Islam mengajarkan dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Islam tidak membenarkan pemaksaan keyakinan, kekerasan dan intimidasi. Islam memuliakan hak-hak dan kewajiban kaum perempuan termasuk larangan memperlakukan mereka dengan semena-mena. Dalam banyak teks ayat Al-Qur’an dan Hadits disebutkan kewajiban saling menghormati, menghargai dan toleransi bukan hanya sebatas sesama muslim, tapi memuliakan tamu dan tetangga non-muslim pun termasuk kewajiban. Nabi Muhammad SAW mencontohkan bagaimana beliau bisa hidup berdampingan dengan umat Nasrani dan Yahudi ketika di Madinah, saling tolong dan menghargai sesama.
Perhatian Islam terhadap nilai-nilai kemanusiaan secara eksplisit dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 20 ; bahwa Tuhan telah memuliakan sekalian manusia. Selain itu pada momentum haji wada’ yakni haji terakhir Rasulullah SAW, dalam khutbahnya beliau menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan antara lain : tidak ada kelebihan bangsa Arab dengan bangsa lain dan begitu sebaliknya, tidak ada kelebihan orang yang berkulit merah terhadap orang yang berkulit hitam. Syahdan, 10 abad sebelum PBB tahun 1948 mendeklarasikan HAM justeru Nabi Muhammad SAW sudah terlebih dahulu menggaungkan penegakan HAM.
Dalam Islam, berbicara masalah kemanusiaan sama saja berbicara masalah hati dan rasa. Tidak lagi mempersoalkan perbedaan bahasa, agama, bangsa, suku, golongan dan ras. Pada intinya semua perintah dan larangan menyangkut dan berkaitan dengan peningkatan nilai kemanusiaan, karena Tuhan tidak membutuhkan itu semua namun manusialah yang membutuhkan.
Pandangan Kristiani
Kehadiran Yesus di muka bumi sangat berkaitan dengan misi kerajaan Allah, membawa kabar baik tentang keselamatan yang dikerjakan Allah melalui karya Yesus. Ungkapan pembuka dalam Yohanes 3 :16, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini …” memperlihatkan bahwa kasih Allah akan dunia inilah yang menggerakkan aksi Allah menjadi manusia (reinkarnasi) di dalam Yesus Kristus. Keberadaan Yesus di dunia menjadi wujud manifestasi Allah di tengah manusia, sehingga karya keselamatan yang mengambil tempat di tengah manusia ini adalah sebagai bentuk solidaritas Allah di dalam Kristus kepada manusia. Keadaan ini tentu memperlihatkan aksi yang sarat nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam pandangan Kristiani, agama itu hadir untuk mengatur kehidupan umat manusia agar lebih baik, bukan hanya hubungannya kepada Tuhan, melainkan juga kepada sesama manusia. Pola hidup beragama tidak berada pada level “fanatic yang berlebihan”, sehingga mampu menerima segala bentuk perbedaan serta menghargainya. Pola beragama yang moderat seperti ini merefleksikan nilai-nilai kemanusiaan, karena didasarkan pada sikap yang menghargai perbedaan sebagai hakikat manusia, sehingga sikap ini pun dipandang sebagai cara memperlakukan sesama manusia dengan nilai hakikinya.
Hukum kasih disebut sebagai “hukum yang terutama dan pertama” (Matius, 22:38), yang artinya pada hukum inilah semua ajaran itu berpusat yakni tentang “mengasihi Allah” dan mengasihi sesama manusia. Mengasihi Allah menjadi tindakan nyata dalam mengasihi sesama, sehingga setiap orang akan menghargai orang lain karena nilai hakiki yang melekat pada diri manusia, yakni “gambar” Allah (Kejadian 1 : 26).
Pandangan Hindu
Dasar moral ajaran Hindu adalah harmoni-keselarasan. Kesadaran moralnya terutama ditujukan untuk kesejahteraan bhatin, lebih bersifat ke dalam diri, dengan terbuka ia akan menerima, mendengar, menunggu, dan berusaha memahami. Tidak berusaha memaksakan diri. Tidak berusaha untuk mengubah realitas. Kehidupan dijalani untuk menjaga keharmonisan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan-nya, yang terangkum dalam etika Tri Hita Karana.
Pandangan hidup orang Hindu bersifat holistik, menyeluruh, tidak memisahkan individu dengan lingkungan. Manusia dianggap merupakan kesatuan eksistensi yang mencakup segalanya. Gejala di dalamnya merupakan sebuah perencanaan besar yang teratur dan saling berhubungan. Manusia dianggap bagian makrokosmos yang disebut mikrokosmos.
Orang Hindu percaya akan hukum karmapala, setiap perbuatan akan mendatangkan akibat, dan menentukan kecenderungan-kecenderungan. Karmapala dipahami sebagai buah perbuatan, kadang-kadang dihubungkan dengan buah perbuatan sendiri di waktu lampau, sewaktu eksistensi kehidupan dahulu.
Dengan latar belakang ini, orang Hindu dilatih dan dididik untuk menjadi manusia bijaksana, mengetahui proporsi yang tepat dalam berpikir, merasa, bersikap dan tingkah laku. Orang Hindu dididik untuk tidak pernah membiarkan pikiran menjadi dominan sampai menguasai seluruh kesadaran dan merusakkan keseimbangan psikologis, menghindari disharmoni. Orang Hindu dididik untuk selalu toleran dengan kontras, dengan perbedaan pendapat, dengan dialektis atau bahkan dengan relativitas. Karena pengertian tersebut, orang harus menghormati pendapat orang lain.
Prinsip-prinsip universal lain yang juga menjadi pijakan bagi insan Hindu dalam melaksanakan kegiatan kemanusiaan bersama sesama adalah konsep Tat Twam Asi (Aku adalah Kamu) dan Vasudhaiwa Kutumbakam (Kita adalah Keluarga Dunia). Dalam kehidupan sehari-hari, merealisasikan spirit dan nilai-nilai tersebut memang tidak selalu mudah, apalagi di zaman seperti sekarang ini, tantangannya sangat berat. Namun demikian, seperti dikatakan dalam Mundaka Upanishad, sekecil apapun langkahmu, jika dilakukan dengan penuh cinta kasih dan bhakti, maka Tuhan sendiri akan hadir membantu kita.
Pandangan Buddha
Agama Buddha adalah agama kemanusiaan dunia. Sang Buddha mengkhotbahkan dhamma- Nya (agama) untuk kebaikan umat manusia. Itu tidak dimaksudkan untuk bangsa atau komunitas atau kelompok penerima manfaat tertentu. Agama Buddha tidak mementingkan kesempitan nasional atau batas geografis apa pun. Sang Buddha bepergian dari satu tempat ke tempat lain, dari satu wilayah ke wilayah lain, selama hidupnya, terlepas dari ideologi politik, konstitusi, atau administrasi mereka.
Pesan Sang Buddha adalah untuk perdamaian. Ini adalah tujuan Sang Buddha terhadap semua makhluk hidup. Jika kita menerima tujuan Sang Buddha maka masyarakat manusia akan menjadi damai melalui praktik tanpa kekerasan, kesetaraan, persaudaraan dan persahabatan. Pidato ini tidak hanya untuk umat Buddha; itu untuk semua masyarakat manusia, terlepas dari agama, kasta dan kepercayaan.
Manusia dan masyarakat memiliki hubungan timbal balik. Manusia tidak dapat hidup tanpa masyarakat; tetapi untuk menjalani kehidupan sosial mereka harus mengikuti aturan dan peraturan sosial bersama dengan norma dan praktik keagamaan. Kemanusiaan adalah inti dari masyarakat.
Agama Buddha mempromosikan praktik lima sila yang ditentukan oleh Sang Buddha, yaitu, tidak membunuh, tidak mencuri, tidak terlibat dalam seks yang melanggar hukum, tidak berbohong dan tidak mengonsumsi zat yang memabukkan. Ia juga mengajarkan nilai-nilai moral yang diajarkan oleh Buddha, yang membantu menghindari penyiksaan, perzinahan, perdagangan manusia, pemerkosaan dan perampokan terhadap wanita dan anak-anak, kebohongan, pembantaian dan kekerasan, sementara kedamaian, kebahagiaan dan keharmonisan, dll. dapat dibangun dalam masyarakat yang sekarat. Selain itu, teori universal Buddha, yaitu, cinta kasih, kasih sayang, kegembiraan simpatik dan meditasi dapat mengusir semua kekotoran, kesalahpahaman, fundamentalisme dan kegiatan yang tidak baik dari masyarakat.
Agama Buddha tidak mendukung superioritas atau inferioritas. Menurut Buddha, kekuatan diri, kepercayaan diri, dan persatuan adalah kunci utama bagi pengembangan masyarakat manusia serta bangsa. Agama Buddha telah memberikan banyak penekanan pada pengembangan kekuatan diri umat manusia. Persatuan yang tumbuh dari kekuatan senjata tidak bertahan lama. Persatuan sejati tumbuh dari kesopanan dan pengorbanan diri. Sang Buddha menasihati sangha untuk mengembangkan moralitas. Untuk ini, sangha mengembangkan kepercayaan diri dan kewajiban dan akhirnya maju menuju tujuan.
Untuk mengendalikan keinginan manusia yang tidak terbatas dan melepaskan keserakahan di dunia ini, Buddha menyarankan empat jenis pemikiran dan meditasi yang benar. Itu disebut brahma vihara dalam tradisi Buddha. Brahma vihara adalah kombinasi dari empat konsep yaitu- i) maitree (persahabatan): untuk mengharapkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi semua makhluk hidup di dunia; ii) karuna (kasih sayang): untuk merasa simpati untuk semua dan berpikir bagaimana mengurangi kesedihan orang lain; iii) mudita (simpati atau belas kasihan tanpa kecemburuan): untuk merasa bahagia untuk kebahagiaan dan kesejahteraan orang lain dan tidak merasa cemburu; iv) upekkha (ketidakpedulian): untuk berlatih untuk bebas dari semua kemarahan, kecemburuan, ketidaktahuan, prasangka dan keberpihakan.
Inti ajaran agung Sang Buddha, yaitu cinta kasih untuk semua orang dan tidak membenci siapa pun, dan melenyapkan kegelisahan, pertikaian, dan peperangan dari bumi ini dan biarlah bumi ini menegakkan kebenaran dan kebaikan untuk semua orang. Agar umat manusia menjadi anggun dengan belas kasih dan cinta kasih tanpa pamrih untuk semua orang. Sabbe satta sukhita hontu (semoga semua makhluk berbahagia. Semoga kedamaian menyelimuti bumi).
Pandangan Khong Hu Cu
Ajaran Khonghucu menguatkan hubungan kemanusiaan untuk bersosialisasi dan bermasyarakat. Ajaran ini misalnya, dapat kita jumpai dalam Kitab Mengzi III A: 4 :8. Tersurat, bahwa ada lima wajib dalam lima hubungan kemanusiaan:
“Antara orangtua dan anak ada kasih, antara atasan dan bawahan ada kebenaran/keadilan/kewajiban, antara suami dan istri ada pembagian tugas, antara yang tua dan muda ada pengertian tentang kedudukan masing-masing dan antra kawan dan sahabat ada sifat dapat dipercaya.”
Ayat tersebut menjelaskan tentang hubungan antar manusia dalam bermasyarakat. Meski terdiri dari berbagai macam latar belakang adat mau pun status sosial, hubungan tersebut tetap tidak lepas dari lima kategori besar hubungan kemanusiaan dalam bermasyarakat. Hal itu bahkan sudah ada dan diklasifikasikan semenjak ribuan tahun silam. Kategori besar itu disebut juga Lima hubungan/Lima jalan suci (Wu Lun).
Pertama, hubungan antara orang tua dan anak, ada kasih. Di dalam suatu rumah tangga, ayah, ibu, dan anak adalah kesatuan komponen yang tidak dapat dipisahkan. Agar dapat senantiasa terjalin keharmonisan, maka diwajibkan bagi seorang ayah sebagai kepala keluarga dapat berperan sebagai pelindung dengan kewibawaannya yang memberikan rasa nyaman bagi keluarga. Ibu mengasihi dan merawat segenap anggota keluarga dengan penuh kasih dan sayang. Kondisi demikian dapat membuat anak berbakti kepada kedua orang tua.
Kedua, hubungan atasan dan bawahan, ada kebenaran/keadilan/kewajiban. Atasan yang baik harus memiliki sifat mengayomi kepada bawahannya serta selalu bisa berbuat bijaksana dalam memperlakukan bawahannya. Seorang bawahan harus memiliki loyalitas kepada atasannya sebagai suatu rasa tanggung jawab bawahan terhadap atasannya.
Ketiga, hubungan suami dan istri, ada pembagian tugas. Suami berkewajiban mencari nafkah di luar untuk dapat memberikan pemeliharaan dan perawatan terhadap istri, anak, dan anggota keluarga. Istri bertugas membina keluarga di dalam rumah tangga dengan melaksanakan kewajiban seorang istri dengan segenap hati. Pada pelaksanaannya, kedua pihak bisa saling bertukar peran atau saling melengkapi satu sama lain hingga keharmonisan senantiasa terjaliin dalam rumah tangga.
Keempat, hubungan antara yang tua dan yang muda, ada pengertian tentang kedudukan masing- masing. Di antara yang tua dan yang muda ada urutan prioritas. Yang muda harus menghormati yang tua, dan yang tua harus mengasihi dan membimbing yang lebih muda.
Kelima, hubungan antara kawan dan sahabat, ada sifat dapat dipercaya. Dalam menjalin hubungan sesama teman, orang harus dapat dipercaya, berpegang teguh pada setiap janji yang diucapkan, dan tidak berpura-pura suka, percaya atau setia dan sebagainya tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak menyukai (munafik) .
Kelima hubungan kemanusiaan dalam bermasyarakat ini merupakan prinsip atau pegangan dalam bersosialisasi. Sehingga, dapat tercipta hidup yang harmonis. Lima hubungan kemasyarakatan (Wu Lun) ini adalah jalan suci yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Kelimanya sudah teruji keberhasilannya dan tidak pernah tergerus oleh perkembangan jaman.
Penutup
Semua agama mengajarkan kebaikan. Semua agama mengajarkan kasih sayang dan semua agama dihadirkan di permukaan bumi ini sebagai tuntunan semesta agar tercipta kedamain di bumi dan kesejahteraan semesta. Adapun perbedaan dalam menterjemahkan dogma-dogma agama itu sebuah keniscayaan, bisa jadi dilatarbelakangi faktor kultur, ekonomi, sosial bahkan politik. Sehingga seolah-olah agama atau keyakinannyalah yang paling benar. Yang lain harus sesuai atau sepaham dengan apa yang diyakininya.
Dalam pendekatan tektual kitab-kitab suci yang mereka yakini, nilai-nilai universal kemanusiaan itu finishingnya bertumpu pada satu titik. Kesamaan inilah yang seharusnya diperkuat oleh semua penganut agama, bukan pada hal yang bersifat fundamental (misalnya masalah teologi), yang pasti berbeda (dalam terminologi Islam : masalah akidah adalah harga mati).
Lantas bagaimana upaya menguatkan kesamaan nilai kemanusiaan itu ? upaya sederhananya adalah terus menerus dilakukan dialog antar umat beragama, intern umat beragama dan antara umat beragama dengan pemerintah. Dengan ikhtiar ini, maka klaim agama sebagai sumber perpecahan dapat diminimalisir sedikit-demi sedikit.
Semoga.
*** Penulis adalah anggota FKUB Ketapang dan pengurus Harian MUI Kabupaten Ketapang.
Discussion about this post